Kutai Barat – Aktivitas penambangan emas yang diduga ilegal di Kampung Tutung, Kecamatan Linggang Bigung, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), semakin marak. Yang lebih mencengangkan, alat berat terus berdatangan tanpa adanya tindakan dari aparat terkait, seolah-olah kegiatan ini mendapat perlindungan.
Seorang warga Kampung Tutung, Sarmansyah, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini. “Info terbaru pagi ini, tadi malam alat berat datang lagi, posisinya dekat rumah Petinggi Tutung,” ujarnya kepada media ini, Sabtu (1/3/2024) siang.
Menurutnya, belum jelas arah penggunaan alat berat tersebut, namun kehadirannya semakin menegaskan bahwa aktivitas tambang emas ilegal di daerah itu kian masif.
Sebagai mantan Kepala Adat Kampung Tutung, Sarmansyah mengaku geram. Ia sebelumnya menyoroti tambang ilegal di Kampung Kelian, namun kini masalah yang sama terjadi di kampungnya sendiri. Bahkan, ia telah menyurati dinas terkait, namun tidak mendapatkan respons.
“Tambang diduga ilegal merajalela di Kampung Tutung, aparat terkait menutup mata!” tegasnya.
Tak tinggal diam, ia pun berencana mengirimkan surat langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto. “Saya malam nanti tulis surat cinta (red: laporan) untuk bapak Prabowo, kang,” katanya dengan nada kecewa.
Kepala Adat Kampung Tutung Minta Aktivitas Tambang Dihentikan
Dilansir dari ReportaseExpose.com, Kepala Adat Kampung Tutung, Yohanes, dengan tegas meminta agar aktivitas penambangan emas ilegal segera dihentikan karena dampak negatifnya terhadap lingkungan serta infrastruktur desa.
“Kami meminta agar aktivitas ini dihentikan. Semua aparat di kampung yang terlibat harus menghentikan, dan pemerintah harus melarang keras orang-orang yang bekerja di lokasi ini,” ujar Yohanes, Senin (24/2/2025).
Selain merusak lingkungan, Yohanes juga menyoroti rusaknya jalan menuju kawasan wisata akibat penggunaan alat berat oleh para penambang.
“Jalan ke tempat wisata sudah rusak parah. Kami meminta agar jalan dari Kampung Tutung hingga Sungai Kelian segera diperbaiki. Ini bukan hanya untuk kepentingan adat, tapi untuk masyarakat banyak,” tambahnya.
Menurut Yohanes, jika kawasan tersebut dikembangkan sebagai destinasi wisata, dampak ekonominya akan jauh lebih besar dibanding tambang emas ilegal.
“Jika ini jadi tempat wisata, warga bisa buka warung dan berjualan, sehingga ekonomi masyarakat lebih berkembang,” ungkapnya.
Namun, yang mengkhawatirkan adalah bahwa aktivitas tambang ini dilakukan tanpa izin dari lembaga adat maupun pemerintah setempat. Yohanes pun merasa was-was jika namanya terseret dalam praktik ilegal ini.
“Saya tidak pernah menerima satu sen pun dari mereka. Saya justru khawatir nanti ada yang menuduh saya terlibat,” tuturnya.
Hukum Dilanggar, Aparat Diam?
Aktivitas tambang emas ilegal ini jelas melanggar hukum, terutama Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 Jo Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi bagi kegiatan pertambangan tanpa izin.
Namun ironisnya, hingga kini belum ada tindakan nyata dari aparat terkait, meskipun dampak lingkungannya sudah jelas terlihat.
Media ini telah mencoba menghubungi Petinggi Kampung Tutung melalui telepon dan WhatsApp untuk meminta klarifikasi, namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons dari yang bersangkutan.
Bahkan, beredar informasi bahwa sang Petinggi justru ikut terlibat dalam aktivitas tambang emas ilegal ini.
Apakah aparat benar-benar menutup mata? Ataukah ada kepentingan yang lebih besar di balik aktivitas tambang ilegal ini?
Masyarakat kini menunggu tindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum sebelum kerusakan semakin parah dan menelan lebih banyak korban.
Paul/red